Beranda Liputan Khusus Syiar Islam Sejarah Islam : Perkembangan Sosial-Politik

Sejarah Islam : Perkembangan Sosial-Politik

1046
0
Sejarah Islam : Perkembangan Sosial-Politik | Photo : Dok.Istimewa

DETIKEPRI.COM, SYIAR – Di antara karakter pokok agama Islam adalah perhatiannya yang berimbang kepada urusan dunia dan akhirat. Dengan demikian maka Islam memberikan perhatian penuh kepada aspek-aspek pengelolaan kehidupan manusia.

Mulai pada tataran individual hinga pada tataran kehidupan bermasyarakat. Hal ini paling awal diilustrasikan oleh tindakan-tindakan yang diambil oleh Nabi Muhammad S.A.W.

Khususnya setelah periode Hijrah ke Madinah. Sejak awal beliau memastikan ikatan yang kuat antara umat Islam kelompok Muhajirin (Mereka yang berasal dari Makkah) dan kelompok Anshar (Mereka yang merupakan Muslim asli Madinah).

Kemudian beliau berhasil membangun aliansi dengan kelompok lain yang mendiami Madinah, yakni kelompok Arab non-Muslim dan kelompok Yahudi.

Aliansi tersebut dituangkan dalam perjanjian terulis, yang populer sebagai Piagam Madinah (Shuhuf Madinah). Isi paling penting dari Piagam Madinah tersebut kesepakatan untuk hidup bersama secara damai di Madinah.

BACA JUGA :  Halal Bihalal BKMT Batuaji, Meningkatkan Kualitas Muslim yang Ada di Majlis Taklim

Kebebasan menjalankan agama masing-masing, dan kerjasama dalam membela dan memajukan kota Madinah.

Struktur sosial-politik umat Islam untuk pertama kali diletakan oleh Nabi Muhammad S.A.W dengan beliau secara langsung menjadi pemimpin tertinggi. Jadi setidaknya setelah Hijrah, Nabi Muhammad S.A.W adalah pemimpin keagamaan sekaligus pemimpin politik.

Inilah bentuk awal pengelolaan sosial-politik umat Islam dan dilaksanakan sepanjang hidup Nabi Muhammad S.A.W.

Setelah Nabi Muhammad S.A.W wafat, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh para Al-Khulafa Al-Rasyidun yang emapt : Abu Bakar Al-Shiddiq, Umar Bin Al-Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Masing-masing mereka menjadi khalifah dengan cara yang berbeda. Keempat khalifah ini tentu saja merupakan individu-individu terdekat dengan Nabi Muhammad S.A.W dan karenanya memiliki kualifikasi yang sangat tinggi untuk melanjutkan kepemimpinan.

BACA JUGA :  24 April dalam Sejarah : Spanyol nyatakan Perang dengan AS, Hingga Jatuhnya Pesawat Luar Angkasa Soyuz 1

Namun demikian masing-masing menghadapi tantangan kepemimpinan yang relatif berbeda satu sama lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kepemimpinan di masa Khilafah Rasyidah jelas masih melanjutkan wibawa kenabian Muhammad S.A.W dipadukan dengan kepemimpinan kelas wahid yang merupakan hasil tempaan Nabi Muhammad S.A.W sendiri.

Masa akhir Khilafah Rasyidah diwarnai perbedaan pendapat yang tajam seputar wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Perbedaan pendapat tersebut sedemikian tajam hingga menimbulkan kemelut sosial yang kemudian pecah menjadi perang saudara antar faksi dalam umat Islam sendiri: Perang Jamal dan Siffin.

Ini adalah perang saudara pertama dalam sejarah Islam. Rentetan peristiwa yang biasa disebut sebagai Al-Fithnah Al-Kubra tersebut berakhir seiring berakhirnya Khilafah Rasyidah.

Di antara peristiwa penting mengikuti berakhirnya Khilafah Rasyidah adalah peralihan sistem pengelolaan kekuasaan umat Islam. Arbitrase (tahkim) antara kubu Ali bin Abi Thalib dan kubu Mu’awiayah bin Abi Sufyan secara politik menguntungkan kubu Mu’awiayah.

BACA JUGA :  04 Juli 122 Tahun lalu dalam Sejarah, Balon Udara Zepelin Perdana Terbang

Yang kemudian mengubah sistem politik Islam menjadi sistem kerajaan atau dinasti. Sejak saat itu kepemimpinan politik menjadi objek pewaris mengikuti garis darah. Padahal hal serupa tidak pernah terjadi sebelumnya.

Apa yang dimulai oleh Mu’awiyah kemudian menjadi prakti yang umum dilakukan oleh umat Islam untuk masa yang sangat panjang. Dinasti Umayyah bertahan selama hampir satu abad dengan melibatkan sejumlah 14 orang Khalifah.

Lalu praktik yang sama dilanjutkan oleh keluarga lain, Dinasti Abbasiyyah yang berkuasa lebih lama lagi, yakni lima abad dan melibatkan sebanyak 37 orang khalifah. Sistem kerajaan inilah yang diterapkan oleh umat Islam hingga akhir masa klasik pada pertengahan abad ke-13, seiring tumbangnya Dinasti Abbasiyyah.