Lemahnya Keyakinan Konsumen Akibat Covid-19 Belum Terselesaikan, Ini Penjelasan Ekonom

    467
    0
    Lemahnya Keyakinan Konsumen Akibat Covid-19 Belum Terselesaikan, Ini Penjelasan Ekonom | Photo : Dok.Istimewa

    DETIKEPRI.COM, EKONOMI & BISNIS – Rendahnya keyakinan konsumen terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat daya beli yang menurun drastis yang diakibatkan belum terselesaikannya Pandemi Covid-19 di Indonesia.

    Berdasarkan data Bank Indonesia, IKK pada September 2020 masih berada pada zona pesimis, yaitu sebesar 83,4, lebih rendah dari Agustus 2020 yang tercatat sebesar 86,9.

    Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fitrha Faisal yang menilai rendahnya ekspetasi konsumen terhadap perbaikan ekonomi yang tercermin dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2020 akibat dari pandemi Covid-19 yang belum ditangani dengan baik.

    Berdasarkan data Bank Indonesia, IKK pada September 2020 masih berada pada zona pesimis, yaitu sebesar 83,4, lebih rendah dari Agustus 2020 yang tercatat sebesar 86,9.

    BACA JUGA :  Tanggal cantik 12.12 HARRIS Resort Barelang berikan Fungames kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) dan Wartawan

    Menurut Fithra, IKK yang sudah turun sejak Februari 2020 masih belum menunjukkan perbaikan. Meskipun sempat meningkat pada Juni hingga Agustus, akan tetapi IKK kembali anjlok pada periode September 2020.

    Penurunan ini sejalan juga dengan tren penurunan mobilitas masyarakat yang terjadi pada September hingga awal Oktober ini, seiring dengan diterapkan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

    Namun, menurut Faisal, penurunan IKK bukan karena faktor penerapan kembali PSBB jilid II, melainkan karena masih ada faktor risiko dari pandemi Covid-19.

    Hal ini juga didukung oleh hasil salah satu penelitian di Amerika Serikat bahwa pengetatan aktivitas ekonomi tidak terlalu signifikan mempengaruhi kontraksi ekonomi, tetapi persepsi konsumen atau tendensi konsumen untuk tidak berbelanja karena masih adanya faktor risiko Covid-19.

    BACA JUGA :  Pelaku Curanmor dan Penadah Berhasil di Amankan Reskrimum Polda Kepri

    “Di Indonesia juga sama, PSBB jilid I dan II memang berpengaruh, tapi yang jauh lebih dominan adalah faktor risiko, tingkat kasus positif, dan tingkat kematian, ini menyebabkan konsumen tidak terlalu yakin terhadap perbaikan ekonomi,” katanya kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).

    Fithra beranggapan, persepsi konsumen bisa membaik asal faktor risiko tersebut bisa tertangani dengan baik. Kemudian, pemerintah juga harus bekerja keras mengucurkan stimulus dari sisi fiskal, terkhusus pada kuartal IV/2020.

    “Stimulus fiskal jika bisa digenjot di kuartal IV, akan bisa mempengaruhi persepsi konsumen. Jadi melihat bagaimana pemerintah bersungguh-sungguh memperbaiki keadaan, ini membantu memperbaiki persepsi konsumen juga,” jelasnya.

    BACA JUGA :  Polda Jatim Tak Dapat Menahan Pembawa Ratusan Proyektil, Ini Penjelasannya

    Pasalnya, Fithra mengutarakan stimulus fiskal cukup membantu menahan penurunan ekonomi lebih dalam. Berdasarkan analisis yang dilakukannya, stimulus fiskal selama ini cukup membantu perekonomian hingga ada tambahan 1 persen pada pertumbuhan ekonomi. Jika anggaran program pemulihan ekonomi nasional bisa digenjot hingga 100 persen, menurutnya bisa menambah 3,69 persen pada pertumbuhan ekonomi.

    “Artinya kalau pertumbuhan ekonomi diproyeksi -1 sampai -2 persen, ada tambahan yang cukup signifikan, bahkan kita bisa bouncing ke arah pertumbuhan positif. Asal stimulusnya dijalankan,” jelasnya.

    Sumber : bisnis.com