Terjadi Lonjakan Gempa Bumi, Bisa Akibatkan Tsunami, Ini Penjelasan BMKG

    348
    0
    Terjadi Lonjakan Gempa Bumi, Bisa Akibatkan Tsunami, Ini Penjelasan BMKG | Photo : Dok.Istimewa

    DETIKEPRI.COM, JAKARTA – Beberapa kali terjadi lonjakan gempa bumi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya Tsunami dibeberapa daerah, untuk itu dipandang penting untuk melakukan pelatihan evakuasi dini.

    Badan Meteorologi, Kalimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa terjadi lonjokan gempa bumi sejak tahun 2017 ada sekitar 7000 kali gempa bumi dalam setahun.

    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya melaksanakan gladi evakuasi gempa bumi dan tsunami, mengingat terjadi lonjakan kejadian gempabumi dalam beberapa tahun terakhir.

    “Kejadian gempabumi sebelum tahun 2017 rata-rata hanya 4000-6000 kali dalam setahun, yang dirasakan atau kekuatannya lebih dari 5 sekitar 200-an. Namun setelah tahun 2017 jumlah kejadian itu meningkat menjadi lebih dari 7000 kali dalam setahun. Bahkan tahun 2018 tercatat sebanyak 11.920 kali kejadian gempa. Ini namanya bukan peningkatan, tapi sebuah lonjakan,” jelas Dwikorita, dalam pernyataan resmi Selasa (6/10/2020).

    BACA JUGA :  Program Secanting Beras, Camat Bintan Timur, Menyerahkan Bantuan Ke masyarakat di Beberapa RW, di Kelurahan Kijang Kota

    Pada hari ini, Selasa (6/10/2020) BMKG bersama dengan 24 negara lain serentak melakukan IOWave20, latihan mitigasi dan evakuasi dalam merespons sistem peringatan dini tsunami. Kegiatan 2 tahunan ini diselenggarakan dua tahunan oleh Inter-governmental Coordination Group/ Indian Ocean Tsunami Warning Mitigation System (ICG/IOTWMS)-UNESCO.

    Menurut Dwikorita hal tersebut perlu diwaspadai, karena sebagian besar tsunami yang terjadi di dunia dipicu oleh gempabumi.

    Oleh karena itu, perlu diperkuat sistem mitigasi gempabumi dan tsunami mengingat hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempabumi.

    “Jadi intinya kita harus selalu waspada dan siap apabila sewaktu-waktu terjadi gempabumi dan tsunami. Inilah yang membuat kita harus selalu berlatih agar kita terampil/ cekatan, tidak canggung, tidak panik, dan tahu apa yang harus dilakukan seandainya terjadi gempabumi dan tsunami,” lanjutnya.

    BACA JUGA :  Kondisi Jalan Air Raja Masih Rusak Parah, Walau Telah dilakukan Peninjauan

    Dwikorita menambahkan, Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami telah dibangun di Indonesia sejak tahun 2008, dengan memasang ratusan jaringan sensor gempabumi yang diperkuat dengan Internet of Things (IoT), Super Computer dan Artificial Intelliget (AI), dan dilengkapi dengan Pemodelan Matematis untuk memantau kejadian gempabumi dan memprediksi Potensi Kejadian Tsunami sebagai akibat dari gempabumi tersebut.

    Sistem Peringatan Dini ini dirancang terutama untuk mengantisipasi kejadian gempabumi Megathrust dengan skenario waktu kedatangan tsunami dalam waktu 20 menit.

    “Latihan ini sangat tepat untuk melatih kecepatan kita dan menguji kecepatan kita dalam merespon peringatan dini, yang sekaligus juga menguji keandalan sistem peringatan dini tersebut. Apakah WRS New Generation yang baru dipasang bisa memberikan informasi yang cepat tepat dan akurat. Apakah sirine yang dipasang di wilayah rawan gempa dan tsunami dalam kondisi yang baik. Dan yang paling penting, apakah petugas di pemerintah daerah misal BPBD atau Pusdalop benar-benar sudah siaga 24 jam dalam menjalankan perintah evakuasi,” imbuh Dwikorita.

    BACA JUGA :  Truk Tangki Pertamina Terbakar di Tol Cikampek

    “Untuk keberhasilan sistem ini dalam mencegah korban jiwa, kesiapan seluruh pihak baik di Pusat serta Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat dalam merespon Peringatan Dini untuk penyelamatan diri di daerah rawan perlu selalu ditingkatkan, melalui edukasi /pelatihan ataupun gladi evakuasi, juga penyiapan peta, jalur dan tempat evakuasi yang memadai”, tambah Dwikorita

    Mengakhiri sambutannya, ia meminta peserta kegiatan IOWave20 untuk semangat dan fokus. Dwikorita menegaskan peserta yang berperan sebagai Pelaku, Fasilitator, Observer dan Tim After Action Review (AAR) adalah kunci dari kesiapsiagaan bencana tsunami di Indonesia.