Hongkong Kembali Pecah, Demonstran Lanjutkan Protes Penolakan RUU Ektradisi China

    584
    0
    Polisi menggunakan meriam air untuk menghalau seorang demonstran dekat gedung pemerintah, Rabu (12/06).
    Polisi menggunakan meriam air untuk menghalau seorang demonstran dekat gedung pemerintah, Rabu (12/06). | Photo : GETTY IMAGES

    DETIKEPRI.COM, HONGKONG – Arus penolakan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi China terus bergulir di Hongkong, hingga hari ini hampir lebih dari 1 juta penduduk melakukan demonstrasi penolakan RUU Ekstradisi tersebut. Rabu (12/6/2019)

    Demonstran yang mengenakan masker dan Helm terus berkumpul dan meblokade beberapa jalan yang menuju kantor pemerintahan di Hongkong.

    Ramainya pengunjukrasa membuat polisi mengambil tindakan, polisi huru hara menyemprotkan air dan merica untuk memukul mundur para demonstran.

    Aksi ini berlangsung menjelang sesi pembahasan RUU Ekstradisi di parlemen yang para anggotanya pro-Beijing.

    Penentuan apakah RUU itu akan disahkan menjadi undang-undang atau tidak dijadwalkan berlangsung pada 20 Juni mendatang.

    BACA JUGA :  Lurah Kijang Kota Gelar Musrembang Kelurahan Tahun 2021

    Dalam pemandangan yang menyerupai ketika Gerakan Payung berlangsung pada 2014 lalu, ribuan demonstran turun ke jalan pada Rabu (12/06) dan berupaya menutup akses menuju gedung-gedung pemerintahan.

    “Tindakan ini telah melampaui aksi damai. Kami berseru (kepada para demonstran) untuk pergi sesegera mungkin…Jika tidak, kami akan menggunakan kekuatan yang selayaknya,” sebut Kepolisian Hong Kong dalam cuitannya.

    Para penentang RUU Ekstradisi mengatakan orang-orang akan dikenakan penahanan sewenang-wenang, pengadilan yang tidak adil dan penyiksaan di bawah sistem peradilan China.

    “Itu bisa memberi China tambahan pengaruh untuk menangkal kebijakan Barat terhadap kepentingannya … Begitu undang-undang ini disahkan, Beijing dapat mengekstradisi orang asing yang tinggal di Hong Kong atau singgah di Hong Kong,” ujar Profesor Dixon Sing, seorang ilmuwan sosial dari Universitas Sains Hong Kong dan Teknologi, kepada BBC.

    BACA JUGA :  Proyek Infrastruktur Jalan Tol Manado-Bitung Roboh Akibat Jokowi Gila Citra

    Namun, pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, bersikeras bahwa undang-undang itu perlu dan mengatakan perlindungan hak asasi manusia sudah ada.

    Siapa yang terlibat?

    Beragam kelompok telah menyuarakan penentangan mereka terhadap RUU Ekstradisi dalam beberapa hari terakhir, termasuk sekolah-sekolah, pengacara, dan perusahaan.

    Lebih dari 100 perusahaan, termasuk sebuah majalah, menyatakan bakal tutup sementara agar karyawan mereka dapat melancarkan aksi protes.

    BACA JUGA :  Banyak Hotel di Yogyakarta di Batalkan, Akibat Dampak dari Virus Corona

    Kemudian, lebih dari 4.000 guru mengatakan bakal protes.

    Sejumlah perusahaan keuangan, termasuk HSBC, membuat jadwal kerja yang fleksibel pada Rabu (12/06).

    Namun, beberapa kelompok lobi bisnis mengaku khawatir pengaturan seperti itu akan mencederai daya saing Hong Kong sebagai basis operasi keuangan.

    Mantan anggota badan legislatif dan pegiat demokrasi, Nathan Law, mengatakan unjuk rasa pada hari Minggu (09/06) yang diklaim diikuti oleh lebih dari satu juta orang, merupakan unjuk rasa terbesar sejak tahun 1989.

    Namun, polisi mengatakan terdapat 240.000 orang pada puncak demonstrasi.(Ptr)

    sumber : bbc.com