DETIKEPRI.COM, POLITIK – Fenomena saat ini sangat gamblang dan terang menyerang dengan cara yang sudah lama dilakukan untuk mengangkat para jagoan bisa duduk di singgah sana tertinggi.
Bahkan saat ini upaya pencitraan yang terang-terang hanya untuk menaikan elektabilitas dan berharap bisa menjadi perhatian banyak orang.
Belajar dari pengalaman 2014 dan 2019 tentu ini sudah tidak layak lagi untuk di lakukan, hal basi yang diulang dengan cara yang sama.
Merasa paling bisa dan mampu untuk memegang tampuk pimpinan tertinggi upaya-upaya yang tidak sebenarnya terjadi dibuat by design.
Grand Design yang tidak berubah setelah masa kepemimpinan 10 tahun, upaya pembobrokan akhlak terus di lakukan dan membuat opini kebohong yang terus bergulir bagai bola panas.
Survey-survey terus bermunculan dan meningkatkan opini bahwa sosok atau seseorang itu pantas dan layak dengan dasar survey elektabilitas yang masih diragukan kredibilitasnya.
Hal ini mengundang banyak pertanyaan seberapa banyak survey yang dilakukan untuk mencapai batas ambang seseorang itu benar-benar layak dikatakan pantas untuk menjadi calon pemimpin.
Berbagai persoalan-persoalan yang tidak terselesaikan justru di tutupi dengan berbagai hal-hal kecil sebagai pencitraan dengan upaya blaster informasi di seluruh media sosial dan gaya pencitraan milenial.
Fenomena blaster media sosial menjadi tranding saat ini hingga pada hari ‘H’ pada 2024 mendatang.
Dan ini tidak akan berhenti hingga racun-racun pencitraan akan terus bertumbuh dan di tumbuhkan oleh pihak-pihak tertentu dan bahkan oligarki kekuasaan dengan sokongan dana yang tidak kecil tentunya.
Karya-karya yang tidak jelas pun ikut di pertontonkan sebagai bentuk upaya bahwa orang tersebut digiring layak sebagai calon pemimpin bangsa ini.
Apakah batas survey sudah mewakili dari jumlah penduduk indonesia kurang lebih 277.7 juta jiwa. Jika itu benar berarti sebanyak hampir 90 juta jiwa penduduk indonesia setidaknya ikut mendukung dan menyatakan seseorang tersebut layak menjadi calon pemimpin kuat.
Padahal ada upaya-upaya yang jauh dari perilaku seorang pemimpin yang bijaksana yang berusaha menjatuhkan lawan yang belum tentu lawannya di waktu yang masih dini ini.
Penjegalan lawan yang dianggap kuat dengan berbagai cara dan tentu ini tidak sedikit menguras pundi-pundi rupiah yang ada di sakunya.
Jika rakyat Indonesia tidak lagi mampu melihat mana pemimpin yang bisa menjadi andalan dan bisa menjaga kesatuan dan amanah dalam menjalan tugas serta fungsinya sebagai pemimpin.
Jelas rakyat Indonesia akan merasakan dampak buruk dari oligarki kekuasaan yang hanya mementingkan diri sendiri, golongan dan orang sekelilingnya.
Saat ini tidak sedikit masyarakat yang muak dengan berbagai kebijakan yang tentu tidak berpihak terhadap rakyat, dan kesengsaraan rakyat kian nyata dan jelas saat ini.
Pembungkaman kebebasan terhadap para oposisi menjadi gamblang, menyanjung dan mengamankan para pengikutnya menjadi jelas.
Bagi yang bukan pendukung akan merasakan kesengsaraan baik secara hukum atau pun secara hak.
Sementara yang dianggap mendukung walau berlaku tidak benar akan selalu di dukung dan di lindungi.
Politik hari ini terlihat kerakusan dan haus kekuasaan terus bergulir dari sisi diri seseorang hingga sisi lain orang itu sendiri. Berbagai upaya dengan ucapan manis terus di gulirkan bagai kelereng yang mencari kelereng lainnya untuk jadi pantulannya.
Pemimpin yang bijak adalah seseorang yang bisa menyikapi segala bentuk persoalan dengan baik dan tegas, Pemimpin yang bijak peduli akan seluruh lapisan masyarakat dan tidak membedakan satu sama lain.
Pemimpin yang bijak akan menangis ketika rakyatnya harus beradu dan bentrok sesama rakyatnya karena perbedaan pilihan.
Pemimpin yang bijak akan menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai amanah undang-undang dan berdasarkan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bukan justru membuat sebuah gerakan untuk mengadu domba rakyat dengan memanfaatkan situasi tersebut sebagai pahlawan kesiangan.
Rakyat sebagai gardan penentu pilihan harus bisa memilih dan memilih sosok pemimpin yang bisa menyampaikan dan menjalan amanah dengan sebaik-baiknya dan berdasarkan amandemen undang-undang.
Serta keberpihakan setiap keputusan memenuhi pertimbangan yang tidak menyengsarakan rakyatnya sendiri.(red)