DETIKEPRI.COM, CHINA – Virus corona menjadi masalah yang besar bagi Negara China, bahkan hingga saat ini China belum dapat mendeteksi Virus Corona.
WHO memberi peringatan yang cukup tinggi kepada Negara Indonesia, dikawatirkan tidak dapat mendeteksi virus corona, dan ternyata negara asal virus corona hingga saat ini belum bisa mendeteksi virus corona.
Pemerintah China dikabarkan kesulitan mendiagnosa pasien Novel Virus Corona (n-CoV 2019). Penduduk Wuhan, Wiliam Yang membagikan kisahnya terkait kesulitan tersebut kepada South Morning China Post.
William Yang merasa ‘ketar-ketir’ sebab ibunya yang berusia 57 tahun menunjukkan gejala pilek, demam tinggi dan kesulitan bernapas. Pihak rumah sakit awalnya tidak merawat ibunya sebagai pasien pengidap virus corona.
Jadwal tes pada tanggal 1 Februari dibatalkan karena kekurangan alat tes. Dua hari kemudian, ibunya akhirnya di tes untuk memeriksa keberadaan virus corona di rumah sakit lain.
William agak lega setelah hasil tes menunjukkan bahwa ibunya negatif virus corona. Kendati demikian, kondisi ibunya memburuk. Ternyata saat di tes untuk kedua kalinya, ibunya dinyatakan positif virus corona. William juga harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan kamar di rumah sakit.
“Sudah beberapa hari terbuang sia-sia. Pertama, tidak ada cukup alat tes, kemudian ada tes palsu. Kondisinya belum membaik pada hari Senin,” ujar William.
Meski ibu dari William sekarang dirawat di rumah sakit, dia tidak bisa tenang. Pasalnya, nenek dari William berusia 80 tahun yang sudah lumpuh juga menunjukkan gejala yang sama dengan ibu dari William.
Nenek dari William hingga saat ini belum melakukan tes virus corona. Selama berhari-hari William telah meminta ambulans yang tak kunjung datang.
“Ada banyak kasus seperti nenek saya dan mereka tidak termasuk dalam angka resmi,” katanya.
Virus corona yang berasal dari kota asal William, telah melampaui jumlah kematian secara global dari epidemi virus SARS pada 2003. Para ilmuwan China, Hong Kong, Makau, Singapura dan AS telah bergabung dengan upaya global untuk mengembangkan metode diagnostik yang lebih kuat untuk mempercepat tes diagnosa pasien.
Lemahnya Uji Tes Corona di China, Tingkat Akurasi hanya 30 Sampai 50 Persen
Kekurangan alat uji dan minimnya akurasi teknis China telah memperburuk situasi. Minimnya akurasi menimbulkan dugaan adanya infeksi corona yang jauh lebih banyak daripada yang ditunjukkan angka resmi.
Untuk memenuhi tantangan tersebut, pihak berwenang China mengeluarkan persetujuan dalam waktu dua minggu untuk tujuh peralatan yang menggunakan metode asam nukleat untuk menguji keberadaan virus.
Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan peralatan deteksi virus adalah BGI Group, Liferiver, Shanghai GeneoDx, DAAN Gene, Sansure Biotech, Shanghai BioGerm dan Shanghai Huirui Biotechnology.
Tes asam nukleat yang pertama kali dikembangkan selama wabah SARS, mengekstraksi asam nukleat dari sampel lendir pasien yang diambil dari hidung atau tenggorokan mereka untuk menentukan apakah ada virus.
Asam nukleat mengandung informasi genetika virus, yang kemudian dapat diidentifikasi di laboratorium melalui reaksi biokimia atau pengurutan (sequencing) gen. Seluruh proses hanya memakan waktu beberapa jam.
Kepala Pusat di Rumah Sakit Universitas Wuhan, Li Yan mengatakan kesalahan pada satu tahap dapat mempengaruhi hasilnya karena tes ini melibatkan beberapa langkah,
Presiden Akademi Ilmu Kedokteran China Tingkat keakuratan tes hanya 30 hingga 50 persen. Oleh karena itu tes ibu William menunjukkan hasil negatif pada tes pertama.