Merekam Percakapan ‘Tidak Senonoh’ Kepala SMA di Mataram, Baiq Nuril Dinyatakan Bersalah Oleh MA

    1112
    0
    Baiq Nuril bersama tim pengacaranya dan keluarga | Photo : ALAMY

    DETIKEPRI.COM, MATARAM – Gara merekam percakapan yang ‘Tidak Senonoh’ Seorang Guru honorer di sebuah Sekolah Menengah Atas di laporkan ke Mahkamah Agung.

    Akibat perbuatan ini, sang guru honorer di nyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung.

    Mantan staf honorer sekolah menengah atas di Mataram, Baiq Nuril, akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung karena merekam pernyataan “tidak senonoh” kepala sekolah.

    Hakim kasasi Mahkamah Agung menyatakan Baiq Nuril Maknun bersalah atas sangkaan “mendistribusikan atau mentransmisikan konten kesusilaan” yang tertera dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Putusan MA ini membatalkan vonis yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Kota Mataram pada Juli tahun lalu yang menyatakan Nuril tidak bersalah dan dia dibebaskan dari status tahanan kota.

    Joko Jumadi, pengacara Nuril mengatakan akan mengajukan PK karena apa yang ia sebut lemahnya bukti yang diajukan jaksa.

    BACA JUGA :  GANN Ikut Menghadiri Penyerahan Barang Bukti oleh KASAL, BNN RI kepada Kejagung.

    “Alat bukti yang disita oleh polisi itu tidak ditemukan alat bukti rekamannya. Bahkan tidak ada isinya,” kata Joko kepada BBC News Indonesia, Senin (12/11).

    “Kemudian saksi dari Kominfo pusat menyatakan apa yang dilakukan Nuril tidak memenuhi syarat mentransmisikan karena yang menyebarkanluaskan orang lain,” tambahnya.

    Joko juga mengatakan akan menyertakan saksi-saksi baru yang belum diperiksa untuk menguatkan posisi Nuril.

    Kasus Nuril bermula tahun 2017 dengan kepala SMA di Mataram berinisial M menelpon dan menceritakan pengalaman hubungan seksualnya dengan perempuan lain.

    Nuril kemudian merekam pembicaraannya untuk membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan M.

    “Misalnya dia cerita 20 menit, yang urusan kerjaan itu paling hanya 5 menit (sisanya pelecehan seksual secara verbal)” kata Nuril seperti dikutip Tirto.

    Seorang rekan Nuril, yang kemudian menyebarkan rekaman itu ke Dinas Pendidikan Kota Mataram dan pihak-pihak lain. Tetapi sang kepala sekolah yang saat ini telah dpindahkan justru melaporkan ke polisi atas pelanggaran pasal 27 ayat 1 UU ITE.

    BACA JUGA :  Viral Deddy Courbuzeir Resmi Jadu Mualaf, Setelah 8 Bulan Mempelajari Islam

    “Jadi Nuril hanya merekam sebagai cara dia membela diri ketika dia (M) mau berlaku tidak senonoh lagi,”kata pengacara Nuril, Joko Jumadi.

    “Rekaman itu kemudian diberikan ke Imam Mudawin untuk dilaporkan ke Dispora Mataram. Eh ternyata oleh Imam diberikan ke beberapa pihak. Jadi Nuril hanya memberikan handphone-nya. Sedangkan yang memindahkan ke laptop adalah Imam,” tambahnya.

    Walaupun kasusnya di pengadilan negeri telah selesai dengan dinyatakan tak bersalah, majelis hakim kasasi pada tanggal 26 Oktober 2018 menyatakan Nurul bersalah.

    Preseden buruk pelecehan seksual
    Tapi pada 26 September 2018, majelis hakim kasasi menyatakan Nuril bersalah.

    BACA JUGA :  Polri Ungkap Bungker Persembunyian Teroris Upik Lawanga

    Juru Bicara Mahkamah Agung, Abdullah, mengatakan perbedaan putusan antara hakim di pengadilan negeri dan hakim tinggi di MA bisa terjadi, walaupun ia mengaku belum membaca putusannya.

    “Bisa saja (berbeda). Karena siapa tahu alasannya (keliru) sehingga diputus demikian. Tapi saya harus baca dulu salinan putusannya. Sebab masing-masing hakim punya pendapat berbeda tentang suatu pasal,” kata Suhadi.

    Sementara itu, peneliti dari The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, menyatakan khawatir putusan hakim MA akan menjadi preseden buruk bagi korban pelecehan dan kekerasan seksual.

    “Karena korban pelecehan dan kekerasan seksual bakal sulit memperoleh keadilan dan rentan dikriminalisasi. Nanti kalau korban perkosaan menaruh bukti di handphone gimana?” ujar Maidina Rahmawati kepada BBC News Indonesia, Senin (12/11).