Sidang Sengkata Pilpres, Tim Kuasa Hukum Prabowo Sandi Hadirkan Saksi, Klaim Kecurangan

    756
    0
    Sejumlah saksi dari pihak pemohon kembali ke ruangang saksi setelah diambil sumpahnya saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6). | Photo : ANTARA/HAFIDZ MUBARAK A

    DETIKEPRI.COM, JAKARTA – Sidang sengketa Pilpres 2019 yang digelar pada Rabu (19/06/2019) menghadirkan saksi terkait kecurangan pada Pilpres 2019. Pada sidang ketiga tidak tanggung-tanggung tim kuasa hukum Prabowo-Sandi membawa 15 saksi terkait kecurangan sebelum dilaksanakan pencoblosan.

    Kecurangan yang ditudingkan Tersetruktur Sistem Matis dan Masif yang selalu di sampaikan berkali-kali oleh tim kuasa hukum Prabowo-Sandi. Menjadi bagian penting dalam sidang gugatan pilpres 2019.

    Tim Kuasa hukum yang diketuai oleh Bambang Widjayanto sempat mendapat protes dari salah satu hakim yang memimpin sidang bahkan hampir di usir keluar, sebab BW sempat menyampaikan keberatannya saat hakim mendesak salah satu saksi yang dihadirkan di persidangan.

    Dilansir dari BBC Tim hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan para saksi dalam sidang ketiga sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Rabu (19/06).

    Saat sidang dimulai Rabu (19/06) pagi, tim kuasa hukum paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan 15 saksi, dua ahli, serta sejumlah bukti. Namun, dalam perkembangannya, satu saksi, yakni Haris Azhar, tidak bersedia hadir dengan memberikan surat ke ketua Mahkamah Konstitusi.

    BACA JUGA :  Pemerintah Batam Gelar Penanaman Sejuta Pohon Pekan Depan

    Sidang ketiga tersebut berakhir pada Kamis (20/6) sekitar pukul 05.00 WIB. Selanjutnya, sidang akan dimulai kembali pada Kamis (20/6) pukul 13.00 WIB.

    Saksi pertama yang dimajukan adalah Agus Muhammad Maksum yang berdomisili di Sidoarjo, Jawa Timur. Agus mengaku merupakan bagian dari tim pasangan capres Prabowo-Sandiaga yang meneliti dan memberikan masukan kepada KPU mengenai DPT pasangan capres tingkat nasional.

    Dalam keterangannya, Agus mempersoalkan data 17,5 juta orang dalam daftar pemilih tetap ( DPT) yang bermasalah. Agus, mengklaim ada ketidakwajaran data pemilih dalam jumlah tersebut.

    Menurutnya, dari 17,5 juta orang, terdapat 9,8 juta di antara mereka yang tanggal lahirnya sama, yakni pada 1 Juli. Kemudian, ada 5,3 juta yang lahir pada 31 Desember. Selain itu, ada 2,3 juta yang lahir pada 1 Januari.

    BACA JUGA :  Kandungan Metanol dan Asetaldehida di Handsanitizer berbahaya

    “Itu tidak wajar, karena yang lahir 1 Juli itu ada 20 kali lipat dari data normal,” kata Agus.

    Agus juga mengklaim ada kartu keluarga (KK) manipulatif sebesar 117.333, artinya dalam satu kartu berisi lebih dari 1.000 orang, nomor KK yang tidak sesuai nomenklatur, dan alamat yang berbeda-beda.

    Akan tetapi, ketika ditanya majelis hakim soal korelasi antara dugaan KK manipulatif dan pengguna hak pilih pada Pemilu 2019, Agus Maksum tidak dapat menjelaskan korelasinya.

    Agus kemudian mengatakan tidak dapat memastikan apakah seluruh nama yang dalam KK menggunakan hak pilihnya atau tidak. Sebab, pihaknya tidak melakukan rekapitulasi. “Saya tidak bisa menjawab karena tidak melakukan rekap. Karena jumlah beda-beda,” ujar Agus.

    BACA JUGA :  Pidato Prabowo Siap Maju Disambut "Takbir"

    “Jadi walaupun ada KK yang invalid tapi Anda tidak bisa memberikan keterangan kepada Mahkamah bahwa jumlah itu sekaligus pengguna hak pilih,” ucap Saldi.

    Guna memperkuat tuduhan terkait 17,5 juta pemilih dalam DPT, tim kuasa hukum Prabowo menyediakan barang bukti P.155 berupa dokumen.

    Namun, bukti itu kemudian dipertanyakan hakim Enny Nurbaningsih karena tidak ada dalam bukti fisik yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Ini kan kemarin sudah diverifikasi barang bukti, muncul P.155 yang disebut mengenai data 17,5 juta pemilih yang tidak wajar,” ujar Enny.

    Menurut hakim Aswanto, dalam daftar bukti pemohon yang sudah diverifikasi, tercantum bukti P.155 tersebut. Namun, setelah dicari, fisik bukti berupa dokumen itu tidak ada.

    Tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga Uno, mengaku kesulitan menyertakan bukti dengan nomor P-155 karena keterbatasan mesin fotokopi. Bukti tersebut boleh dikumpulkan hingga pukul 16.00 WIB.