‘Massa Bayaran’ Benarkah?, Siapa Yang Bayar Mereka?

    538
    0
    Sampai sekitar pukul 09.00 WIB pagi, Rabu, dilaporkan aksi lempar batu, botol, serta benda keras lainnya ke arah aparat kepolisian di Jalan KS Tubun, di dekat asrama Brimob
    Sampai sekitar pukul 09.00 WIB pagi, Rabu, dilaporkan aksi lempar batu, botol, serta benda keras lainnya ke arah aparat kepolisian di Jalan KS Tubun, di dekat asrama Brimob. | Photo : HAFIDZ MUBARAK A/ANTARA

    DETIKEPRI.COM, JAKARTA – Pencahnya kerusuhan pada malam 21 Mei 2019 setelah massa demonstran selesai sholat tarawih. Menjadi pertanyaan besar, siapa yang memulai kerusuhan tersebut, apakah peserta demo ataukah pihak keamanan?

    Kerusahan pada malam itu menjadi titik awal terjadinya banyak korban yang berjatuhan, bahkan banyak kerugian yang diakibatkan dari kerusuhan tersebut.

    Polisi menyampaikan bahwa ada massa bayaran yang sengaja melakukan kerusuhan dan provokasi, lantas siapakah yang telah memesan massa tersebut, dan apa motif serta tujuan utamanya?

    Dilansir dari bbc.com Kadiv Humas Polri Muhammad Iqbal mengatakan sejumlah orang yang terlibat dalam aksi pelemparan batu setelah unjuk rasa di depan kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5), merupakan massa yang dibayar guna menciptakan kerusuhan.

    BACA JUGA :  Nasib nelayan kian terpuruk, Selain angin kencang, Nelayan kesulitan mencari BBM

    Dia membeberkan kronologi bahwa pada Rabu (22/5) sekira pukul 02.45 dini hari WIB, polisi menangkap sekelompok massa.

    “Polda Metro mengamankan 58 orang yang diduga provokator dan saat ini sedang kita dalami. Dugaan sementara mayoritas massa tersebut berasal dari luar Jakarta dan kita menemukan beberapa indikasi.

    “Pada saat bersamaan, ada 200 massa yang berkumpul di Jalan KS Tubun. Kita duga massa itu dipersiapkan dan di-setting,” papar M Iqbal kepada wartawan.

    Massa tersebut, lanjutnya, menyerang asrama Polri di Petamburan dan membakar beberapa kendaraan yang diparkir di sana. Sebanyak 11 orang ditangkap atas dugaan menjadi provokator.

    Di hadapan wartawan, menurutnya, aparat kemudian mengamankan 11 orang yang diduga sebagai provokator. Hanya saja Iqbal tidak menyebutkan rinciannya.

    BACA JUGA :  Masjid Baitul 'Amal Marcelia Potong 15 Sapi 23 Kambing Kurban

    Dari peristiwa tersebut, polisi mengklaim bahwa sebagian massa pengunjukrasa yang berasal dari Jabar, Banten dan Jateng. “Ada bukti-bukti ambulan berisi batu dan alat-alat… Sudah kami amankan”.

    Polisi juga mengamankan apa yang mereka klaim sebagai “amplop-amplop berisi uang yang diduga untuk membayar massa”.

    Hal ini ditegaskan kemudian oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, di kantor Kemenkopolhukam, pada Rabu (22/5).

    Amplop-amplop itu, menurut Tito, berisi uang, totalnya Rp6 juta. “Mereka mengaku ada yang membayar,” kata Tito.

    Tito menambahkan, pihaknya menangkap tiga orang dengan senjata revolver dengan peluru 60 butir dan pengakuan ketiga orang itu untuk dipakai tanggal 22 Mei.

    BACA JUGA :  Hummer EV Gandeng James LeBorn Pada Rilisi Produk "Quiet Revolution"

    “Senjata ini selain untuk aparat, pejabat dan massa sehingga timbul martir sehingga yang disalahkan pemerintah,” cetusnya.

    Soal kabar bahwa dirinya memerintahkan jajarannya untuk menembak demonstran di tempat, Tito membantah.

    “Kita tegaskan berita tembak di tempat, saya tidak pernah sampaikan itu. Kami ada SOP sehingga anggota yang terlibat penanganan unjuk rasa diperiksa,” sebutnya.

    Dalam kesempatan itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengumumkan adanya pembatasan yang ditempuh pemerintah terhadap fitur media sosial dan layanan pesan ponsel, seperti WhatsApp.

    “Jadi kita akan lakukan perlambatan kalau kita mendownload foto dan audio,” ujar Rudiantara.

    Menurutnya, ini dilakukan untuk mencegah penyebaran foto yang viral.

    sumber : bbc.com