Beranda Ekbis AS Mulai Investasi Impor Automotive, Akibat Perang Dagang Memanas

AS Mulai Investasi Impor Automotive, Akibat Perang Dagang Memanas

1944
0
Di antara pengumuman paling signifikan dari pembuat mobil mengenai fasilitas produksi AS tahun ini | Foto : Inet

DETIKEPRI.COM, EKONOMI & BISNIS Perang Dagang antara China dan Amerika Serikat terus semakin memuncak dan memanas, kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan sektor ekonomi perdagangan di bursa internasional semakin mengkhwatirkan.

Kementerian Perdagangan Amerika Serikat (AS) memulai investigasi terhadap impor otomotif untuk menentukan apakah mereka “mengancam merusak keamanan nasional” AS, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan resmi hari Rabu (23/5/2018) malam waktu setempat.

Pengumuman mengejutkan itu muncul bersamaan dengan konflik dagang yang memburuk antara AS dan negara lain, termasuk sekutu dekatnya, dengan tarif, ancaman tarif, dan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) yang silih berganti.

Investigasi AS yang baru ini akan dilakukan di bawah Bab 232 dari Pakta Perluasan Dagang 1962, dilansir dari CNBC International. Bab undang-undang tersebut mengizinkan Menteri Perdagangan memutuskan “dampak segala macam impor terhadap keamanan nasional Amerika Serikat”.

BACA JUGA :  Naik Roro Dari Dumai Ke Malaka, Umar Aris : Dijadwalkan akan Beroperasi Pada Awal 2020

AS memiliki perdagangan yang cepat dalam impor dan ekspor otomotif, terutama dengan negara-negara yang secara tradisional ramah, termasuk Jepang, Jerman, dan Korea Selatan (Korsel).

Produsen otomotif dan suku cadang otomotif AS juga membuat produknya di Meksiko dan Kanada, kemudian mengimpornya ke AS.

“Saya membayangkan seberapa besar ini akan berdampak […] pada Meksiko dan Kanada,” kata John Woods, CIO Credit Suisse, kepada CNBC International.

“Saya menduga ada beberapa pengaruh sedang terjadi” yang didesain untuk meningkatkan tekanan ke negara-negata itu karena mereka mencoba menegosiasi ulang Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dengan AS.

Saham Otomotif Jepang dan Korea Terdampak

Saham Toyota Motor yang diperdagangkan di New York turun dalam sesi perpanjangan perdagangan setelah pengumuman itu.

BACA JUGA :  SoftBank lepas saham Uber senilai Rp.28,2 Triliun, Ada apa?

Di Tokyo, saham para produsen otomotif yang sudah tertekan karena penguatan yen juga mengalami penurunan. Toyota Motor dan Honda Motor sama-sama turun lebih dari 2% di bursa saham domestik.

Mitsubishi Motors dan Mazda Motor malah cukup terpuruk karena saham keduanya anjlok lebih dari 4%.

Saham produsen otomotif Korsel secara umum diperdagangkan lebih rendah di Seoul pada hari Kamis (24/5/2018), seiring dengan penurunan harga saham Hyundari Motor dan Kia Motors.

‘Melemahkan Ekonomi Dalam Negeri’

“Ada bukti yang menunjukkan bahwa, selama beberapa dekade, impor dari luar negeri mengikis industri otomotif dalam negeri,” kata Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross dalam sebuah pernyataan resmi.

Pengumuman Kementerian Perdagangan berbunyi investigasi itu “akan mempertimbangkan apakah penurunan produksi otomotif dan onderdil otomotif domestik memberikan ancaman pelemahan ekonomi dalan negeri AS, termasuk secara potensiali menurunkan riset, pengembangan, dan lapangan kerja bagi para tenaga kerja terampil dalam sistem kendaraan terhubung, kendaraan otonom, sel bahan bakar, motor listrik dan mesin penyimpanan, proses manufaktur canggih, dan teknologi mutakhir lainnya”.

BACA JUGA :  Tumpahan Minyak Di Teluk Meksiko, Menjadi Sejarah Terburuk AS, Dalam Kurun 14 Tahun

Kementerian itu mengklaim dalam penyataan resmi bahwa kendaraan penumpang impor menyumbang 48% dari semua kendaraan penumpang yang dijual di AS, naik dari 32% pada 20 tahun yang lalu. Sementara “pekerjaan dalam produksi kendaraan bermotor turun 22%”.

Beberapa menit sebelum pengumuman itu, Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa Presiden AS Donald Trump meminta Ross melakukan investigasi itu.

“Industri inti seperti otomotif dan onderdil otomotif penting untuk kekuatan kami sebagai sebuah Negara,” kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan resmi.