DETIKEPRI.COM, EKBIS – Menteri Perminyakan mengatakan negaranya ‘tidak mendapat keuntungan apa pun’ jika tetap menjadi anggota kelompok tersebut setelah muncul perselisihan mengenai pengurangan produksi.
Angola mengatakan akan meninggalkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) karena perselisihan mengenai kuota produksi, sebuah langkah yang akan mengurangi anggota kelompok itu menjadi 12 orang.
Berbicara di televisi publik pada hari Kamis, Diamantino Azevedo, Menteri Sumber Daya Mineral, Minyak dan Gas, mengatakan Angola, yang memproduksi sekitar 1,1 juta barel minyak per hari, meninggalkan OPEC karena tidak melayani kepentingan negaranya.
“Kami merasa bahwa … Angola saat ini tidak memperoleh keuntungan apa pun dengan tetap berada dalam organisasi tersebut dan, demi membela kepentingannya, memutuskan untuk keluar,” kata Azevedo seperti dikutip dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor kepresidenan.
Angola, yang pertama kali bergabung dengan OPEC pada tahun 2007, kesulitan memenuhi kuota produksi selama beberapa tahun terakhir. Negara ini bergabung dengan negara lain, seperti Qatar dan Ekuador, yang telah meninggalkan OPEC dalam satu dekade terakhir.
Pertanyaan tentang potensi pengurangan produksi yang diminta oleh produsen minyak terkemuka seperti Arab Saudi telah menjadi sumber perdebatan baru-baru ini di dalam kelompok tersebut.
Tanpa Angola, negara-negara OPEC akan memproduksi sekitar 27 juta barel minyak per hari, atau sekitar 27 persen dari pasokan global.
Meskipun Angola merupakan pemain yang relatif kecil di OPEC, kepergian negara tersebut telah menimbulkan pertanyaan lebih besar mengenai masa depan organisasi tersebut.
Harga minyak mentah turun lebih dari 1,5 persen setelah pengumuman tersebut.
“Dari perspektif pasokan pasar minyak, dampaknya minimal karena produksi minyak di Angola berada dalam tren menurun dan produksi yang lebih tinggi memerlukan investasi yang lebih besar,” kata Giovanni Staunovo, analis komoditas di UBS.
“Namun, harga masih turun karena kekhawatiran akan kesatuan OPEC+ sebagai sebuah kelompok, namun tidak ada indikasi bahwa lebih banyak negara besar dalam aliansi tersebut berniat untuk mengikuti jejak Angola.”
Minyak dan gas menyumbang sekitar 90 persen ekspor Angola dan merupakan penopang perekonomian yang penting bagi negara tersebut.
Bulan lalu, kantor Azevedo memprotes keputusan OPEC untuk mengurangi kuota produksinya pada tahun 2024, karena khawatir hal tersebut akan merusak kemampuan Angola untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
OPEC dan sekutunya di OPEC+ telah sepakat untuk memangkas produksi guna menopang harga minyak.
Kapasitas produksi Angola mencapai puncaknya pada tahun 2008 sebesar 2 juta barel per hari namun kemudian menurun karena infrastruktur yang menua.