IHSG Jatuh Pada Posisi 0,53%, Rupiah Melemah Pada Kondisi Parah

    998
    0
    Photo : Istimewa

    DETIKEPRI.COM, EKONOMI – Kondisi saat ini Rupiah melemah hingga posisi terparah, belum ada perkembangan untuk penguatan Rupiah, segala upaya telah di lakukan pemerintah untuk terus mendorong penguatan Rupiah pada lever terbaik.

    Namun hingga hari ini Rupiah masih pada posisi lemah dan belum ada perkembangan yang signifikan, pelemahan Rupiah menjadi potensi besar perkembangan ekonomi Indonesia pada posisi yang buruk.

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 0,53% ke level 6,010.76 sampai dengan akhir sesi I. IHSG melemah kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,31%, indeks Kospi naik 0,19%, indeks Strait Times naik 0,12%, dan indeks Hang Seng naik 0,23%.

    Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,56 triliun dengan volume sebanyak 5,37 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 180.871 kali.

    Dari sisi eksternal, sejatinya ada sentimen positif berupa optimisme bahwa AS dan Kanada bisa sepakat terkait perubahan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Sebelumnya, AS telah mencapai kesepakatan dengan Meksiko terkait hal ini.

    BACA JUGA :  Pemko Batam Sosialisasikan Program TSP ke Perusahaan

    Delegasi Kanada kini sudah berada di Washington untuk membahas kesepakatan perdagangan. Pihak AS optimistis kesepakatan dengan Kanada bisa tercapai pekan ini. Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, menyatakan Kanada adalah mitra penting bagi Negeri Paman Sam sehingga kepentingan mereka tentu juga akan dilindungi.

    “Pasar AS dan Kanada sudah begitu terhubung. Kesepakatan ini akan sangat penting bagi mereka, dan juga sangat penting buat kami,” ujar Mnuchin, mengutip Reuters.

    Namun, dolar AS yang begitu perkasa membuat IHSG tak bisa berbicara banyak. Hingga sesi 1 berakhir, rupiah diperdagangkan melemah 0,16% di pasar spot ke level Rp 14.640/dolar AS, sudah mengalahkan level penutupan terendah tahun ini yakni Rp 14.637/dolar AS yang dicapai pada 24 Agustus 2018.

    BACA JUGA :  Bank Permata Resmikan Model Branch Lippo Cikarang Layanan Perbankan Seamless

    Investor melakukan aksi ambil untung atas saham-saham dari sektor jasa keuangan dan barang konsumsi yang sudah banyak menguat dalam beberapa hari terakhir. Indeks sektor jasa keuangan terkoreksi sebesar 1,27%, sementara indeks sektor barang konsumsi melemah 0,63%.

    Saham-saham sektor jasa keuangan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-1,2%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,54%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-2,4%), PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-1,79%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-0,71%).

    Sementara itu, saham-saham sektor barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,96%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,79%), Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-2,33%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-0,39%), dan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk/ROTI (-2,58%).

    BACA JUGA :  Rupiah Terpuruk Pada Posisi Parah, Ini Penjelasan Bank Indonesia

    Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang kuat jika disandingkan dengan mata uang negara-negara berkembang kawasan Asia. Melawan ringgit, dolar AS menguat 0,15%. Melawan baht, dolar AS menguat 0,4%. Sementara melawan rupee, dolar AS menguat 0,41%.

    Dolar AS terdongkrak oleh rilis data Indeks Keyakinan Konsumen periode Agustus versi the Conference Board yang diumumkan sebesar 133,4, mengungguli konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 126,7. Angka di atas 100 menunjukkan konsumen optimistis dengan situasi ekonomi terkini.

    Capaian pada bulan Agustus merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2000 atau nyaris 18 tahun. Dengan capaian tersebut, perekonomian AS diproyeksikan akan semakin baik kedepannya, seiring dengan kencangnya konsumsi masyarakat. Pada akhirnya, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh the Federal Reserve menjadi kembali menyeruak dan mendorong dolar AS menguat.