DETIKEPRI.COM, TANGERANG – Pemagaran Laut yang viral di linimasa media sosial dan juga santernya pemberitaan terkait kasus pemagaran laut yang ada di Pantai Anom Tangerang, menyita perhatian publik.
Pasalnya pemagaran yang dilakukan oleh seseorang tersebut, menghebohkan lantara, pemagaran dilakukan sepanjang pesisir pantai sejauh 30 KM, hal ini membuat persolan baru bagi para nelayan dan juga warga setempat.
Kasus pemagaran laut sepanjang lebih dari 30 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, telah menimbulkan keprihatinan mendalam. Pemagaran ini tidak hanya menghalangi akses nelayan tradisional ke area penangkapan ikan
tetapi juga berpotensi merusak ekosistem laut yang rapuh. Ombudsman Republik Indonesia memperkirakan kerugian yang dialami nelayan akibat pemagaran ini mencapai Rp8 miliar.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah ketidakjelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut. Hingga kini, belum ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik atau pembangun pagar bambu setinggi enam meter yang membentang sepanjang 30,16 kilometer tersebut.
Otoritas setempat dan pemerintah pusat mengaku tidak mengeluarkan izin untuk pemagaran ini dan menyatakan tidak mengetahui siapa yang bertanggung jawab.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan wilayah pesisir. Bagaimana mungkin struktur sebesar dan sepanjang itu dapat dibangun tanpa sepengetahuan otoritas terkait?
Apakah ada kelalaian atau bahkan keterlibatan oknum pejabat dalam kasus ini? Pengamat maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, menyoroti bahwa tindakan ini mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip bahwa laut adalah sumber daya publik yang seharusnya dikelola untuk mendukung kesejahteraan seluruh masyarakat.
Selain dampak ekonomi, pemagaran ini juga berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis. Aktivitas penimbunan tambak dan aliran sungai yang terkait dengan pemagaran ini dapat mengganggu alur air dan merusak habitat laut.
Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menegaskan bahwa pemagaran laut tanpa izin atau tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial merupakan pelanggaran nyata terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir.
Dalam konteks ini, penting bagi aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan, dan pihak-pihak yang bertanggung jawab harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selain itu, perlu ada upaya untuk memulihkan kondisi ekosistem yang telah rusak dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan, serta memastikan bahwa kepentingan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian, tidak terabaikan.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.