DETIKEPRI.COM, HUKUM – Hukum di Indonesia telah mandul di hadapan koruptor 271 Triliun, jelas ini adalah kejahatan yang harus diberikan sanksi berat terhadap pelaku koruptor, namun apa yang terjadi di Negara Indonesia seorang koruptor hanya di hukum 6,5 Tahun penjara, padahal uang kasus korupsi yang dilakukannya mencapai 271 Triliun Rupiah.
Kemandulan hukum akibat over dosis perilaku mafia hukum di Indonesia, dengan mudahnya para koruptor dapat melakukan over acting di belakang layar hukum.
Baru-baru ini kasus yang banyak menyita perhatian publik Indonesia, yang menimpa suami dari salah satu selebritas terkenal Indonesia Sandra Dewi, yang terjerat kasus korupsi tambang yang menelan kerugian negara hingga 271 Triliun Rupiah.
Herannya nilai korupsi yang besar tersebut hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, hukuman ini tentu tidak sebanding dengan nilai korupsi yang di lakukannya.
Tentu ini menjadi mata publik terbelalak atas putusan hakim yang memberikan hukuman terhadap pelaku mega korupsi dan hanya mendapat hukum ringan.
Padahal ada seorang kakek yang hanya mengambil kayu bakar di jatuhkan hukum lebih dari 6,5 tahun penjara padahal hanya kayu bakar, mengapa hakim mampu menjatuhkan hukum seberat itu kepada seorang kakek miskin.
Seperti diketahui, pada Senin (23/12/2024), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Melansir dari suara.com Hukuman penjara terhadap suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis hingga saat ini masih menjadi perbincangan publik. Pasalnya, ia hanya divonis hukuman 6,5 tahun penjara dalam perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
Padahal, Harvey Moeis terlibat dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Hukuman 6,5 tahun penjara ini diketahui lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menetapkan hukuman penjara selama 12 tahun.
Dalam putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan faktor pemberat dan peringan. Perbuatannya dianggap melawan upaya pemberantasan korupsi. Namun, sikap sopan di persidangan, tanggungan keluarga, dan statusnya yang belum pernah dihukum menjadi alasan peringanan.
Tentu saja, ramai-ramai publik menilai hukuman tersebut terlalu ringan. Sementata itu, tak sedikit yang juga membandingkan hukuman tersebut dengan terdakwa kasus korupsi lainnya, salah satunya Angelina Sondakh.
Jelas ini menjadi perhatian publik Indonesia, hukuman yang diterima Harvey Moeis tentu sangat timpang dengan korupsi yang dilakukannya, dan banyak kalangan menilai bahwa putusan ini tidak benar dan harus di tinjau ulang.
“Beda Kasus Korupsi Harvey Moeis vs Angelina Sondakh: Nasib Hukuman bak Bumi dan Langit,” tulis akun TikTok @syafinasyafina6 di kutip dari Suara.com pada Jum’at (10/01/2024).
Angelina Sondakh disebut mengakui secara gamblang perbuatannya yang merugikan negara, tak seperti para pelaku kasus korupsi lainnya.
Istri mendiang Adjie Massaid tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Wisma Atlet oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 3 Februari 2012.
Saat itu, Angie masih menjabat sebagai anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat sekaligus anggota Badan Anggaran DPR.
Penetapan Angie sebagai tersangka ini berdasarkan pengembangan penyidikan kasus dugaan suap Wisma Atlet yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Setelah melalui serangkaian persidangan, majelis hakim dan jaksa KPK memiliki perbedaan pendapat mengenai jumlah uang yang dianggap diterima Angie. Menurut majelis hakim, Angie terbukti menerima uang Rp2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika, atau sekitar Rp14,5 miliar.
Sementara, menurut jaksa, Angie menerima uang senilai total Rp 12,58 miliar dan 2.350.000 dollar AS sepanjang 2010.
Adapun lamanya masa hukuman Angie yang diputuskan majelis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa karena penerapan pasal yang berbeda.
Namun, dalam perjalanannya, di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Angie. Majelis hakim MA menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp500 juta.
Dua tahun berselang, Angelina mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Akhir 2015, MA mengabulkan permohonan PK tersebut sehingga vonis Angie dikurangi menjadi pidana penjara 10 tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jadi hukuman apa yang pantas bagi para pelaku korupsi di Indonesia, sehingga membuat para koruptor jera, dan tidak lagi mengulangi perbuatannya untuk merugikan negara.
Perubahan hukum harus sudah dilakukan terutama untuk para koruptor yang jelas merugikan Bangsa dan Negara serta Rakyat Indonesia secara luas, kerugian ini baik materil ataupun non materil.
Baiknya para petinggi negara ini yang memangku jabatan harus sudah memusatkan perhatian terhadap hukum Indonesia terlebih soal Korupsi, seperti tidak ada habisnya.
Penetapan hukuman berat terhadap koruptor sudah harus di terapkan, yang dapat membuat jera para koruptor seperti perampasan aset pelaku korupsi alias di miskinkan.
Hukuman penjara di ganti dengan kerja sosial di tempat-tempat sosial yang ada di setiap daerah, digaji standar hingga masa hukuman habis, dan dibatasi ruang geraknya untuk menempati jabatan strategis dan jabatan di pemerintahan.
Pelaku Koruptor tidak lagi memiliki hak istimewa dan dibuat jera untuk tidak melakukan perbuatan melawan hukum terutama tindak pidana korupsi lainnya.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.