DETIKEPRI.COM, SYIAR ISLAM – Hadirnya Islam di Nusantara menjadi satu bagian yang tidak lepas dari perjuangan Indonesia melawan penjajahan di atas bumi pertiwi dan andil besar para tokoh dan ulama Islam pada masa itu.
Tidak sedikit tokoh Islam yang sedang melakukan penyebaran Islam, bahkan tidak sedikit nama nama Pahlawan perjuangan beragamakan Islam, dan menjadi tokoh kemerdekaan Indonesia.
Pergerakan Peralawan penjajah terus digaungkan oleh para tokoh-tokoh agama Islam dan bahkan dalam kondisi perang para pembawa risalah Islam menyiarkan agama Islam kepada masyarakat.
Dan memberikan keyakinan besar terhadap masyarakat bahwa harus melakukan perlawan untuk melawan para penjajah pada masa itu dengan bukti keberanian inilah tidak sedikit masyarakat yang ingin mempelajari islam.
Hingga Islam tersebar secara masif di seluruh pelosok negeri dan menggaungkan perlawan terhadap penjajahan di atas bumi pertiwi Indonesia.
Masa kolonial
Pada abad ke-18 masehi atau tahun 1700 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, tetapi pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini dan memaksakan penyebaran ajaran agama mereka.
Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC (1602-1799), namun pada waktu itu mereka belum menjajah daerah Nusantara. Pada tahun 1800, VOC dibubarkan dan Hindia Belanda didirikan, sejak itu seluruh wilayah Nusantara dikuasainya.
Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu.
Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan.
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah.
Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatra Thawalib (1915).
Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.
Setidak-tidaknya dalam tren menuju masa kebangkitan nasional pada awal abad ke-20, pergumulan umat Islam di Indonesia berlangsung dalam 3 jalan: organisasi, konsepsi pemikiran-pemikiran ortodoks, dan politik.
Organisasi di Hindia Belanda dari berbagai spektrum Keislaman muncul, tapi yang menentukan tren keumatan ke depan sejarah kala itu adalah NU dan Muhammadiyah.
Organisasi-organisasi itu bergerak dengan beberapa cara, antaranya menghubungkan masyarakat dari pelbagai daerah, menyuarakan persamaan gagasan komunitas umat Islam secara global dengan mengirimi buletin perkabaran umat Islam dari penjuru bumi, ataupun mengumpulkan orang banyak untuk kegiatan reli massa.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.