SIDOARJO – Di tengah gemuruh suara ekskavator dan sorotan lampu yang membelah malam, sebuah perjuangan kemanusiaan tanpa henti sedang berlangsung di reruntuhan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo. Lebih dari 400 personel tim SAR gabungan—prajurit Basarnas, denyut nadi TNI-Polri, kesigapan BPBD, ketulusan PMI, hingga semangat relawan—telah mengesampingkan lelah, menjalankan misi pencarian selama 24 jam penuh sejak tragedi runtuhnya bangunan ini.
Operasi ini bukan sekadar pengerahan tenaga massal; ini adalah operasi senyap, terstruktur, dan didukung teknologi canggih.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, menjelaskan bahwa strategi yang diterapkan di lapangan adalah sistem bergantian yang mengoptimalkan setiap jam kerja. Di hadapan para jurnalis, Suharyanto menekankan bahwa intensitas ini sangat krusial, mengingat luas dan rumitnya material yang harus disingkirkan.
“Lebih dari 400 personel tim SAR gabungan bekerja siang dan malam selama 24 jam,” tegas Suharyanto, menggarisbawahi komitmen negara dalam menangani bencana ini hingga tuntas.
Fokus Bergeser: Dari Harapan ke Evakuasi Jenazah
Misi pencarian selalu dimulai dengan harapan. Di hari-hari awal, setiap bunyi dan getaran di bawah puing memicu semangat untuk menemukan tanda-tanda kehidupan. Namun, realitas lapangan memaksa tim mengambil keputusan yang sulit. Berdasarkan hasil asesmen terakhir, yang dilakukan oleh tim ahli dengan hati-hati, tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan yang terdeteksi di bawah tumpukan beton.
Pergeseran fokus pun tak terhindarkan. Suharyanto mengumumkan bahwa prioritas utama operasi kini beralih sepenuhnya pada evakuasi jenazah. Keputusan ini, yang didasarkan pada data ilmiah dan teknis, bukan hanya mengubah cara kerja tim, tetapi juga menguatkan urgensi penggunaan teknologi pendeteksi korban yang paling mutakhir.
Tim di lapangan kini mengandalkan sejumlah alat khusus yang dirancang untuk menembus kebisuan reruntuhan. Alat-alat canggih seperti search cam flexible Olympus (kamera fleksibel yang bisa menyusup ke celah sempit), Xaver 400 wall scanner (pemindai dinding untuk mendeteksi objek di balik material), hingga multi search leader digunakan untuk memetakan lokasi korban dengan presisi tertinggi. Teknologi ini menjadi mata dan telinga tim SAR di kedalaman puing.
Logistik Perang Melawan Beton
Untuk mendukung operasi intensitas tinggi ini, BNPB mengerahkan dukungan logistik dan peralatan yang sangat besar, menyerupai persiapan untuk perang melawan tumpukan beton. Anggaran operasional yang disiapkan oleh BNPB bahkan dirancang untuk menopang proses pencarian selama sepekan penuh.
Dukungan itu meliputi:
200 Kantong Jenazah: Penyiapan logistik ini adalah cermin dari fokus baru operasi yang kini murni kemanusiaan.
250 Set Alat Pelindung Diri (APD): Penting untuk menjamin keselamatan ratusan personel yang bekerja di lingkungan yang penuh bahaya.
Alat Berat Kritis: Termasuk crane, excavator breaker (eksavator dengan pemecah beton hidrolik), dump truck untuk mengangkut material, hingga mobil ambulans yang disiagakan 24 jam.
Pengerahan excavator breaker sangat penting untuk memotong dan menghancurkan balok-balok beton tebal, sebuah tugas yang tidak mungkin dilakukan secara manual. Suharyanto juga memastikan bahwa semangat para personel SAR terjaga, dengan disalurkannya insentif operasional agar misi berat ini berjalan optimal tanpa terkendala kelelahan fisik maupun mental.
Angka yang Bercerita: Data Korban Terakhir
Setiap jam operasi menghasilkan pembaruan data yang sensitif. Suharyanto berjanji bahwa setiap perkembangan akan disampaikan secara transparan melalui update yang diberikan hingga tiga kali sehari, sebuah komitmen untuk menjaga akuntabilitas kepada publik dan, yang terpenting, kepada keluarga korban.
Berdasarkan data sementara per Jumat (3/10) pukul 11.45 WIB, potret dampak bencana ini tergambar jelas:
Total Korban Terdampak: 166 orang.
Total Ditemukan: 111 orang.
Meninggal Dunia: 9 orang.
Dirawat Inap: 14 orang (mendapat perawatan intensif).
Diperbolehkan Pulang: 89 orang (selamat dan telah melewati masa observasi).
Para korban yang terluka dan masih membutuhkan perawatan intensif disebar ke berbagai fasilitas kesehatan di sekitar Sidoarjo dan Surabaya, termasuk RSUD RT Notopuro Sidoarjo, RS Siti Hajar, RS Delta Surya, RS Sheila Medika, RS Unair, RSUD dr. Mohamad Soewandhie Surabaya, dan RS Sakinah Mojokerto.
Penanganan yang tersebar ini menunjukkan upaya maksimal dalam membagi beban medis dan memastikan setiap korban luka mendapat penanganan optimal.
Operasi di Ponpes Al Khoziny adalah kisah tentang ketangguhan, sebuah dedikasi kolektif dari lebih 400 individu yang menukik ke dalam kekacauan untuk membawa pulang setiap jenazah, memberikan kepastian bagi keluarga yang menunggu dengan cemas. Malam demi malam, mereka terus bekerja, membawa cahaya ke dalam kegelapan puing, menegaskan bahwa di Indonesia, tidak ada korban yang ditinggalkan sendirian.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.