JAKARTA – Pasar keuangan Indonesia kembali menunjukkan dinamika menarik di awal pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah, sementara nilai tukar rupiah justru tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pergerakan berlawanan ini menandakan adanya pergeseran fokus investor di tengah ketidakpastian global dan arah kebijakan The Fed yang masih belum sepenuhnya dovish.
IHSG Tembus Rekor Baru, Arus Modal Asing Kembali Masuk
Pada penutupan perdagangan Senin (3/11/2025), IHSG menguat 1,36% atau naik 111,21 poin ke level 8.275,08, menjadi rekor tertinggi baru sepanjang masa. Total transaksi harian mencapai Rp15,89 triliun dengan volume 23,41 miliar saham dari lebih dua juta kali transaksi.
Kenaikan ini mempertegas optimisme pelaku pasar terhadap kinerja ekonomi domestik dan ekspektasi pertumbuhan laba emiten hingga akhir tahun. Selain itu, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp1,03 triliun, menandakan arus modal kembali deras masuk ke pasar saham Indonesia.
Sektor utilitas menjadi bintang utama dengan lonjakan 5,53%, diikuti consumer cyclicals naik 1,86%, energi 1,69%, dan bahan baku 1,40%. Sementara itu, sektor properti masih tertekan dengan penurunan 2,56%, diikuti sektor consumer non-cyclicals dan kesehatan yang melemah tipis.
Beberapa saham unggulan menjadi motor penggerak utama IHSG. Barito Renewables Energy (BREN) memberikan kontribusi tertinggi dengan tambahan 22,86 poin terhadap indeks, diikuti Telkom Indonesia (TLKM) dengan 16,03 poin dan Barito Pacific (BRPT) dengan 13,73 poin.
Sebaliknya, Jaya Sukses Makmur Sentosa (RISE), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), dan Amman Mineral (AMMN) menjadi penekan utama indeks.
Analis pasar modal, Rizky Ramadhan dari Riset Mandiri Sekuritas, menilai kenaikan IHSG kali ini masih berpotensi berlanjut.
“Selama aliran dana asing masih positif dan stabilitas ekonomi domestik terjaga, IHSG berpeluang menembus level psikologis 8.300 dalam waktu dekat,” ujarnya.
Rupiah Melemah, The Fed Bikin Pasar Waspada
Di sisi lain, nilai tukar rupiah justru melemah 0,15% ke posisi Rp16.650 per dolar AS, menjadi level terendah sejak akhir September 2025.
Meskipun sempat dibuka menguat di Rp16.620 per dolar, rupiah tak mampu bertahan di tengah penguatan dolar global.
Penguatan dolar terjadi setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral AS akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelonggaran moneter.
Pernyataan tersebut membuat pasar menilai bahwa pemangkasan suku bunga The Fed pada Oktober lalu kemungkinan menjadi yang terakhir di tahun 2025.
Data CME FedWatch Tool menunjukkan peluang pemangkasan suku bunga pada Desember turun dari 80% menjadi 68%. Hal ini memicu peningkatan permintaan terhadap dolar AS karena imbal hasil aset berbasis dolar kembali menarik dibandingkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Ekonom dari Core Indonesia, Piter Abdullah, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah masih dalam batas wajar.
“Selama Bank Indonesia mampu menjaga stabilitas pasar obligasi dan cadangan devisa tetap kuat, pelemahan rupiah tidak akan mengganggu arus modal jangka panjang,” ungkapnya.
Imbal Hasil Obligasi Naik, Sinyal Aksi Jual di Pasar SBN
Selain pergerakan saham dan rupiah, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun juga naik 8,1 basis poin ke level 6,180%.
Kenaikan yield ini menandakan pelaku pasar tengah melepas sebagian kepemilikan obligasi, menunggu kejelasan arah kebijakan moneter global.
Analis fixed income, Sinta Prameswari, menyebutkan bahwa kenaikan yield SBN bersifat sementara.
“Investor sedang melakukan reposisi portofolio menjelang data inflasi AS dan Tiongkok yang akan dirilis pekan ini. Jika inflasi global menunjukkan tren turun, potensi penguatan kembali di pasar obligasi cukup besar,” katanya.
Bursa Global Bergerak Campuran, AI Masih Jadi Magnet
Dari pasar internasional, bursa Wall Street ditutup bervariasi pada perdagangan Senin waktu setempat. Nasdaq Composite menguat 0,46% ke 23.834,72, sementara S&P 500 naik 0,17% menjadi 6.851,97. Sebaliknya, Dow Jones Industrial Average melemah 0,48% ke 47.336,68.
Saham teknologi besar seperti Amazon, Microsoft, dan Nvidia menjadi pendorong utama penguatan, terutama setelah kesepakatan besar di sektor kecerdasan buatan (AI) senilai miliaran dolar diumumkan.
Amazon, misalnya, melonjak 4% setelah resmi bermitra dengan OpenAI dalam proyek GPU berbasis Nvidia senilai US$38 miliar.
Data FactSet menunjukkan bahwa lebih dari 80% emiten S&P 500 yang telah melaporkan kinerja kuartal ketiga berhasil melampaui ekspektasi.
Sejumlah analis memperkirakan November akan menjadi bulan penguatan musiman di Wall Street, dengan rata-rata kenaikan historis S&P 500 sebesar 1,8%.
Outlook Pasar Hari Ini
Dengan kombinasi sentimen positif dari arus modal asing dan kehati-hatian terhadap kebijakan global, pasar keuangan Indonesia diprediksi masih akan bergerak mixed pada perdagangan Selasa (4/11/2025).
IHSG berpotensi menguji level resistensi di 8.300, sedangkan rupiah kemungkinan akan bergerak di kisaran Rp16.620–Rp16.700 per dolar AS.
Investor disarankan tetap mencermati data inflasi AS serta langkah intervensi Bank Indonesia terhadap stabilitas rupiah.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.






