JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto secara resmi melantik sepuluh anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11).
Komisi ini dibentuk untuk merumuskan langkah strategis percepatan pembenahan institusi kepolisian, memulihkan kepercayaan publik, serta membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses reformasi.
Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menekankan bahwa reformasi Polri merupakan agenda penting negara dan harus dilakukan secara transparan.
Ia menegaskan bahwa komisi yang dibentuk bukan sekadar forum kajian, melainkan motor percepatan perubahan yang harus bekerja berdasarkan data, masukan publik, serta evaluasi terhadap dinamika di tubuh Korps Bhayangkara.
“Saya ingin komisi ini bekerja jujur, transparan, dan terbuka pada kritik. Dengarkan suara masyarakat, baik dari tokoh nasional hingga warga di dunia digital. Reformasi Polri harus melibatkan semua pihak,” ujar Prabowo saat memberikan arahan kepada anggota komisi.
Jimly: Reformasi Harus Berangkat dari Aspirasi Publik
Jimly Asshiddiqie, akademisi senior yang ditunjuk sebagai Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, menyampaikan bahwa komisi akan bekerja dalam dua jalur utama: merumuskan langkah konkret reformasi dan menghimpun masukan dari berbagai elemen masyarakat.
Menurut Jimly, penyusunan rekomendasi kebijakan memang dapat dilakukan secara internal, tetapi sumber usulan harus berasal dari dialog dengan banyak pihak. Mulai dari pemimpin agama, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga warganet yang aktif mengkritisi isu-isu kepolisian.
“Kami perlu menyerap aspirasi seluruh elemen bangsa. Banyak tokoh nasional yang sudah menyampaikan kegelisahan dan harapan mereka terkait reformasi Polri.
Suara publik, termasuk diskusi di platform digital, juga tidak boleh diabaikan,” jelas Jimly dalam keterangan di Kompleks Istana Kepresidenan.
Ia menambahkan, komisi akan membuka ruang konsultasi publik melalui dialog terstruktur dan pemantauan langsung terhadap perbincangan di media sosial.
Menurutnya, banyak kreator konten dan pengamat kepolisian di YouTube dan platform lain yang memberikan analisis kritis dan layak menjadi bahan pertimbangan.
“Kalau forum khusus tidak memungkinkan dibuat dalam waktu dekat, minimal kami akan rutin memantau diskusi di YouTube dan media sosial. Semua masukan akan disusun dan dikelompokkan agar bisa diolah menjadi rekomendasi yang terukur,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Tindak Lanjut Aspirasi dari Tokoh Nasional
Pembentukan komisi ini tidak terlepas dari aspirasi yang disampaikan sejumlah tokoh nasional pada September lalu. Kelompok tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) secara resmi menghadap Presiden Prabowo untuk menyampaikan kegelisahan mereka terhadap berbagai persoalan di tubuh Polri.
Beberapa tokoh yang hadir ketika itu antara lain Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Romo Franz Magnis-Suseno SJ, M. Quraish Shihab, dan KH Ahmad Mustofa Bisri.
Mereka menilai perlunya langkah lebih sistematis dan menyeluruh dalam membenahi institusi kepolisian, mulai dari tata kelola hukum hingga kultur organisasi.
Tokoh lain yang terlibat dalam pertemuan tersebut termasuk Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Amin Abdullah, Bikku Dhanmasubho Mahathera, Alissa Wahid, dan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Menurut Jimly, saran-saran dari para tokoh bangsa ini akan menjadi salah satu fondasi kerja komisi. “Aspirasi mereka penting, karena mereka datang dari berbagai latar belakang dan punya pandangan yang jernih tentang kebutuhan reformasi,” ujarnya.
Anggota Komisi Dibentuk dari Berbagai Unsur Negara
Komisi Percepatan Reformasi Polri beranggotakan tokoh-tokoh yang memiliki pengalaman panjang di bidang hukum, keamanan, dan pemerintahan. Keppres Nomor 122/P Tahun 2025 menetapkan komposisi komisi sebagai berikut:
- Jimly Asshiddiqie, Ketua merangkap anggota
- Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
- Otto Hasibuan, Wakil Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
- Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri
- Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum
- Mahfud MD, Menko Polhukam periode 2019–2024
- Ahmad Dofiri, Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan dan Reformasi Kepolisian
- Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri
- Idham Aziz, Kapolri 2019–2021
- Badrodin Haiti, Kapolri 2015–2016
Keberagaman latar belakang para anggota ini diharapkan mampu memberikan perspektif yang komprehensif dalam merumuskan strategi reformasi.
Penempatan Kapolri aktif dan para mantan Kapolri dalam satu tim juga dianggap penting agar agenda percepatan tidak terjebak pada konflik kepentingan atau salah persepsi di internal institusi.
Mandat Besar untuk Perbaikan Sistemik
Komisi ini diberi mandat luas untuk menilai kondisi aktual Polri, mulai dari proses penegakan hukum, struktur organisasi, alur komando, hingga isu integritas dan profesionalisme aparat.
Selain itu, komisi juga ditugasi mengevaluasi pola rekrutmen, penggunaan teknologi kepolisian, hingga hubungan antara Polri dan masyarakat sipil.
Di samping itu, penyusunan standar pengawasan internal dan eksternal juga akan menjadi fokus utama. Pemerintah menilai bahwa sistem pengawasan harus diperkuat agar setiap pelanggaran hukum atau etika dapat ditangani tanpa konflik kepentingan.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa hasil kerja komisi akan menjadi dasar penyusunan kebijakan besar reformasi kepolisian yang akan diterapkan secara bertahap.
“Saya ingin reformasi ini berjalan sungguh-sungguh, tidak simbolis. Kita ingin Polri menjadi institusi modern, profesional, dan dipercaya rakyat,” tegasnya.
Dengan pelantikan ini, proses reformasi Polri memasuki fase baru yang lebih terstruktur dan berbasis data. Publik kini menantikan hasil konkret dari kerja komisi dan bagaimana rekomendasi tersebut akan diterjemahkan dalam kebijakan nyata di lapangan.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.





