PONOROGO – Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru di Kabupaten Ponorogo. Lembaga antirasuah itu resmi menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan jabatan di lingkungan pemerintah daerah.
Langkah hukum ini diambil setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK pada Jumat, 7 November 2025, menghasilkan sejumlah barang bukti dan pemeriksaan awal yang menguatkan dugaan praktik rasuah di tubuh pemerintah kabupaten.
Status hukum Sugiri diumumkan KPK pada Minggu, 9 November 2025, setelah dua hari pemeriksaan intensif di Jakarta. Penetapan tersangka ini menambah panjang daftar kepala daerah yang terjerat kasus korupsi menjelang akhir tahun.
Jabatan Direktur RSUD Harjono Diduga Jadi Komoditas Suap
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa kasus yang menyeret Bupati Sugiri berawal dari dugaan transaksi suap dalam pengisian jabatan Direktur RSUD Harjono Ponorogo. Penyidik menemukan adanya aliran uang yang diduga diberikan agar proses penempatan jabatan strategis tersebut berjalan sesuai kepentingan pihak tertentu.
Dalam konstruksi perkara awal, KPK menetapkan empat tersangka. Selain Bupati Sugiri, penyidik juga menjerat:
- Agus Pramono, Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo
- Yunus Mahatma, Direktur Utama RSUD Harjono Ponorogo
- Sucipto, pihak swasta yang menjadi rekanan proyek rumah sakit
Asep menjelaskan bahwa para tersangka berperan dalam skema pemberian dan penerimaan suap terkait jabatan tersebut. Penyidik mendalami dugaan bahwa pejabat-pejabat ini berkoordinasi untuk mengatur posisi strategis demi menguntungkan kelompok tertentu.
Proyek Rp14 Miliar Jadi Sumber Aliran Dana
Tidak hanya perkara suap jabatan, KPK juga mengembangkan penyidikan ke dugaan suap proyek di RSUD Harjono Ponorogo tahun anggaran 2024. Proyek dengan nilai sekitar Rp14 miliar itu diduga menjadi sumber aliran dana yang mengalir ke sejumlah pejabat daerah.
Menurut Asep, Sucipto, sebagai rekanan proyek, memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek kepada Yunus Mahatma. Artinya, sekitar Rp1,4 miliar mengalir dari tangan pihak swasta ke pejabat direktur RSUD.
Dari hasil pemeriksaan awal, uang tersebut tidak berhenti di Yunus. Ia diduga meneruskannya kepada Bupati Sugiri melalui dua orang dekat, yaitu:
- Singgih, ajudan pribadi Bupati
- Ely Widodo, adik kandung Bupati Ponorogo
Skema aliran uang ini menjadi salah satu fokus utama penyidik. KPK menyatakan pola seperti ini berulang dan sering muncul dalam banyak kasus korupsi daerah, yaitu when proyek publik berubah menjadi sarana mencari keuntungan pribadi.
Gratifikasi Rp300 Juta Selama Dua Tahun
KPK juga menambahkan satu lapis perkara lain terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Bupati Sugiri.
Berdasarkan temuan awal, Sugiri diduga menerima uang sekitar Rp300 juta sepanjang 2023 hingga 2025. Gratifikasi ini terpisah dari aliran dana suap proyek RSUD, sehingga memperkuat dugaan adanya pola penerimaan tidak sah dari berbagai pihak.
Menurut Asep, KPK masih menelusuri sumber, bentuk, serta motif pemberian gratifikasi tersebut. Tidak menutup kemungkinan jumlah nominal bertambah seiring pemeriksaan terhadap saksi-saksi baru.
Monumen Reog dan Museum Peradaban Ikut Disorot
Pernyataan Asep yang paling menarik perhatian publik adalah soal perluasan penyidikan ke proyek besar Kabupaten Ponorogo, yaitu Monumen Reog dan Museum Peradaban.
Keduanya merupakan proyek berprofil tinggi yang selama ini digadang-gadang menjadi ikon budaya dan destinasi wisata baru.
Asep menegaskan bahwa penyidik tidak hanya fokus pada kasus RSUD dan gratifikasi. Setiap pengadaan barang dan jasa yang berpotensi memiliki penyimpangan akan dikaji lebih jauh.
“Pendalaman tidak terbatas pada satu proyek saja. Seluruh pengadaan di Kabupaten Ponorogo yang memiliki indikasi penyimpangan akan diperiksa,” ujarnya.
Proyek Monumen Reog diketahui menelan anggaran besar dan sudah menjadi sorotan publik terkait transparansi pengelolaan dana dan proses tender.
Dengan adanya pejabat daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka, KPK menilai pemeriksaan terhadap proyek-proyek lain di Ponorogo menjadi penting untuk memastikan tidak ada praktik serupa yang tersembunyi di balik program pembangunan.
Dampak Politik dan Pemerintahan
Penetapan tersangka terhadap Bupati Sugiri memberikan dampak serius terhadap roda pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
Posisi kepala daerah yang terseret kasus korupsi biasanya memicu ketidakstabilan administratif, terutama jika kasus melibatkan pejabat penting seperti sekda maupun pimpinan rumah sakit daerah.
Pengamat politik menilai bahwa proses hukum ini akan mempengaruhi persepsi publik terhadap kinerja pemerintah daerah. Apalagi Ponorogo tengah gencar membangun sektor pariwisata, termasuk melalui proyek Monumen Reog dan Museum Peradaban.
Investigasi KPK berpotensi menunda atau mengubah proses pembangunan dalam beberapa bulan ke depan.
KPK Pastikan Penyidikan Berlanjut
KPK menegaskan bahwa penyidikan masih berjalan dan akan memanggil berbagai pihak untuk dimintai keterangan. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah seiring pendalaman aliran dana.
Asep menyebut bahwa penyidik akan terus menelusuri bukti-bukti digital, dokumen tender, hingga transaksi keuangan yang berkaitan dengan kasus ini. Upaya ini dilakukan untuk memastikan kasus tidak hanya berhenti pada aktor-aktor yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Harapan Publik: Transparansi dan Perbaikan Sistem
Kasus ini kembali menunjukkan kerentanan sistem pengadaan barang dan jasa di daerah. Publik berharap penyelidikan KPK tidak hanya mengungkap oknum, tetapi juga mendorong perbaikan sistem tata kelola pemerintahan di Ponorogo.
Beberapa tokoh masyarakat menyatakan bahwa proyek-proyek besar seperti Monumen Reog harus dikelola secara transparan mengingat anggarannya berasal dari uang publik. Pemeriksaan KPK dinilai menjadi momentum untuk memperbaiki sistem yang selama ini dikeluhkan tidak terbuka.

Saya seorang Wartawan di DETIKEPRI.COM yang dilindungi oleh Perusahaan Pers bernama PT. Sang Penulis Melayu, dan mendedikasikan untuk membuat sebuah produk berita yang seimbang sesuai kaidah Jurnalistik dan sesuai Etik Jurnalistik yang berdasarkan Undang-Undang Pers.





