Punya Senjata Rp. 16.000 Triliun, China Lawan AS di Perang Dagang

    2065
    0
    Presiden Amerika Serikat Donuld Trump dan Presiden China Xin Jinping | Foto : Inet

    DETIKEPRI.COM, EKONOMI & BISNISPerang Dagang antara negara adikuasa dengan negara china semangkin memanas, dengan ketegangan yang berlanjut Ekonom dan Investor mengkhawatirkan bisa berdampak negatif pada perkonomian global Amerika Serikat, Skenario ini semangkin tampak jelas dengan saling balas dan unjuk gigi dalam produksi.

    China mengumumkan pada hari Rabu (4/4/2018), pihaknya kemungkinan akan menerapkan tarif terhadap produk impor AS senilai $50 miliar (Rp 689,1 triliun) dalam rangka membalas rencana pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif sebesar 25% terhadap produk impor China.

    Pasar sempat kacau karena mengalami penurunan lebih dari 1%, meski kemudian membaik lagi. Sementara itu, semua orang masih menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

    Jika pertarungan dagang ini meningkat, maka bisa jadi semakin banyak tarif diterapkan ke semakin banyak produk. Namun, China juga bisa menyerang balik dengan cara yang lebih berarti, yaitu menjual porsi besar dari obligasi negara AS senilai U$ 1,17 triliun atau Rp 16.214 triliun yang mereka pegang. Dilansir dari laman cnbcindonesia.com

    Selama beberapa tahun belakangan, China telah membeli sejumlah obligasi negara sebagian karena Negara Tirai Bambu itu memiliki dolar AS yang perlu dibelanjakan. Seperti layaknya investor, China ingin menaruh beberapa greenback yang diperoleh dari ekspor ke AS tersebut ke instrument investasi yang aman. Nyatanya, tidak ada yang lebih aman daripada obligasi AS.

    BACA JUGA :  Kapal Bawa Sabu 3 Ton Diamankan di Perairan Karimun

    Sebagian besar, China memiliki sekitar U$ 1 triliun obligasi AS selama beberapa tahun, telah memegang aset-aset ini dan mengumpulkan miliaran dolar dari pembayaran bunga.

    China memang mengurangi beberapa aset tersebut di akhir 2016 dan awal 2017 untuk bantu mengimbangi peningkatan mata uang yuan. Namun, negara itu sudah membeli obligasi AS kembali sejumlah yang mereka jual.

    BACA JUGA :  Fitur Terbaru Oppo, Mudah Pengguna Isi Daya, Hanya 10 Menit

    “Jika China memang memutuskan untuk menjual obligasi tersebut sebagai bentuk kemarahan yang ditujukan kepada Trump, maka hal itu akan menyebabkan malapetaka besar di pasar internasional,” kata Jeff Mills, Co-Chief Investment Strategist di PNC Financial Services Group, dilansir dari CNBC Internasional.

    “Tentu saja itu adalah sesuatu yang bisa mereka lakukan,” katanya.

    Dampak terbesarnya akan berada pada suku bunga dan harga obligasi, katanya. Jika China membanjiri pasar dengan surat utang dan pasokan obligasi AS meroket, maka harga investasi pendapatan tetap (fixed income) akan anjlok dan imbal hasil (yield) akan naik.

    Jika yield menanjak, maka perusahaan dan konsumen AS akan meminjam dengan lebih mahal. Hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi AS melambat.

    Akan jadi lebih mahal juga bagi pemerintah AS untuk menerbitkan utang karena mereka harus membayar suku bunga yang lebih mahal kepada para peminjam. Sementara itu, nilai surat utang sebanyak $15 triliun yang mereka dan para investor pegang akan anjlok. Ekuitas juga akan terpuruk seraya yield naik.

    BACA JUGA :  Indonesia Tak Butuh Dunia, Dunia Yang Butuh Indonesia

    “Suku bunga yang lebih tinggi akan mempengaruhi keseluruhan ekonomi,” kata Mills. “Itu akan memberi efek yang memperlambat.”

    China memegang sekitar 20% dari total utang AS yang dipegang oleh negara lain. Jumlah tersebut termasuk banyak, tetapi hanya menyumbang 5% dari keseluruhan nilai utang saat ini (outstanding debt). Pemegang surat utang lainnya termasuk negara lain, misalnya Jepang yang memiliki surat utang AS senilai $1 triliun, pemerintah AS, korporasi dan investor.

    Meskipun begitu, jika China memutuskan untuk menjual surat utang itu, maka akan membuat yang lain panik dan menjualnya juga,” kata Vincent Reinhart, Chief Economist and Macro Strategist di BNY Mellon.